Jelaskan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin

jelaskan politik luar negeri indonesia pada masa demokrasi terpimpin – Politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin merupakan periode yang sangat menarik untuk dibahas. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Indonesia terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka. Pada masa demokrasi terpimpin, politik luar negeri Indonesia mengalami beberapa perubahan dan tantangan yang sangat menarik untuk diulas.

Pada masa demokrasi terpimpin, Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno yang memiliki visi untuk memajukan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan merdeka. Namun, visi tersebut sering kali bertentangan dengan kepentingan negara-negara Barat yang ingin mempertahankan pengaruhnya di Asia Tenggara. Oleh karena itu, politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin sering kali berfokus pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara.

Salah satu aspek penting dari politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin adalah hubungan dengan negara-negara sosialis. Presiden Soekarno memimpin Indonesia dalam mendukung gerakan sosialis di Asia dan Afrika, dan menjalin hubungan dengan negara-negara yang memiliki pemerintahan sosialis seperti Uni Soviet dan Tiongkok. Indonesia juga membantu gerakan kemerdekaan di negara-negara seperti Vietnam dan Kuba.

Namun, hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat menjadi semakin sulit pada masa demokrasi terpimpin. Presiden Soekarno memimpin Indonesia dalam menolak campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri Indonesia dan menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia. Indonesia juga menolak untuk bergabung dengan blok Barat seperti NATO dan SEATO, dan mengambil sikap netral dalam Perang Dingin.

Pada tahun 1965, politik luar negeri Indonesia mengalami perubahan yang signifikan setelah terjadinya kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Pemerintahan baru ini mengambil sikap yang lebih pro-Barat dan memulai upaya untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat. Indonesia bergabung dengan ASEAN dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara Barat.

Namun, politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru juga diwarnai oleh penindasan terhadap gerakan kemerdekaan di Timor Timur dan Aceh. Indonesia juga terlibat dalam konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan. Hubungan dengan Australia juga menjadi tegang setelah Australia menolak pengakuan Indonesia terhadap kemerdekaan Papua Nugini.

Secara keseluruhan, politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin merupakan periode yang sangat menarik dan rumit. Indonesia berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri, dan memainkan peran penting dalam mendukung gerakan sosialis dan kemerdekaan di seluruh dunia. Namun, hubungan dengan negara-negara Barat sering kali tegang dan sulit, dan perubahan politik pada tahun 1965 mengubah arah politik luar negeri Indonesia secara signifikan.

Penjelasan: jelaskan politik luar negeri indonesia pada masa demokrasi terpimpin

1. Pada masa demokrasi terpimpin, Indonesia berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri.

Pada masa demokrasi terpimpin, Indonesia masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri. Sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Setelah akhir Perang Dunia II, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.

Namun, pengakuan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia tidak segera diberikan oleh negara-negara lain. Beberapa negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris, belum mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan mandiri. Negara-negara Barat yang memiliki kepentingan di Asia Tenggara cenderung memandang Indonesia sebagai negara yang belum siap untuk memerintah diri sendiri dan masih membutuhkan bimbingan Barat.

Untuk memperjuangkan pengakuan internasional, Presiden Soekarno memimpin Indonesia dalam berbagai forum internasional dan menjalin hubungan dengan negara-negara yang memiliki kepentingan serupa. Indonesia juga menjadi anggota pendiri Gerakan Non-Blok pada tahun 1961, yang bertujuan untuk memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan negara-negara dunia ketiga dari pengaruh negara-negara Barat dan Timur.

Namun, keberhasilan Indonesia dalam memperjuangkan pengakuan internasional terhambat oleh adanya konflik dengan negara-negara Barat. Konflik Indonesia dengan Belanda mengenai Papua Barat dan Malaysia juga mempengaruhi upaya Indonesia dalam mendapatkan pengakuan internasional. Negara-negara Barat cenderung mendukung Belanda dan Malaysia dalam konflik tersebut, sehingga menghambat pengakuan internasional terhadap Indonesia.

Pada akhirnya, Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan internasional yang lebih luas setelah terjadinya perubahan politik pada tahun 1965. Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto mengambil sikap yang lebih pro-Barat dan memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat. Indonesia bergabung dengan ASEAN dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara Barat. Pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara merdeka dan mandiri semakin meluas setelah upaya-upaya diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan baru pada masa Orde Baru.

2. Politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin sering kali berfokus pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara.

Pada masa demokrasi terpimpin, Indonesia mengalami tantangan besar dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keberdaulatan negaranya. Setelah merdeka pada tahun 1945, Indonesia berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri. Namun, pengakuan internasional tersebut tidak didapatkan dengan mudah, karena negara-negara Barat masih mempertahankan pengaruhnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin sering kali berfokus pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara. Presiden Soekarno yang memimpin Indonesia pada masa tersebut berusaha untuk memperkuat posisi Indonesia dalam arena internasional melalui diplomasi, kerja sama dan aliansi dengan negara-negara yang memiliki pandangan dan tujuan yang sama.

Indonesia berjuang agar negara-negara lain mengakui kedaulatan dan kemampuan Indonesia dalam mengurus urusan dalam negeri sendiri. Namun, upaya tersebut sering kali dihalangi oleh negara-negara Barat yang ingin mempertahankan pengaruhnya di Asia Tenggara. Negara-negara Barat tersebut berusaha untuk mempertahankan kolonialisme dan menghalangi Indonesia agar tidak menjadi negara merdeka dan mandiri.

Pada masa demokrasi terpimpin, Indonesia banyak mengambil sikap dan tindakan yang menunjukkan perjuangannya untuk mempertahankan kemerdekaan. Indonesia mengambil sikap netral dalam Perang Dingin dan menolak bergabung dengan blok Barat seperti NATO dan SEATO. Hal tersebut dilakukan agar Indonesia dapat mempertahankan kemerdekaannya dan menghindari campur tangan negara-negara Barat dalam urusan dalam negeri.

Dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dan keberdaulatan negara, Indonesia juga mendukung gerakan kemerdekaan di negara-negara lain, terutama di Asia dan Afrika. Indonesia memimpin Gerakan Non-Blok yang berfungsi sebagai aliansi negara-negara dunia ketiga dalam mempertahankan kedaulatan dan keberdaulatan negara mereka. Gerakan Non-Blok ini menjadi aliansi yang sangat penting dalam menentang negara-negara Barat yang ingin mempertahankan pengaruhnya di dunia.

Secara keseluruhan, pada masa demokrasi terpimpin, politik luar negeri Indonesia berfokus pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara. Indonesia berjuang untuk memperoleh pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri, melalui diplomasi, kerja sama dan aliansi dengan negara-negara yang memiliki pandangan dan tujuan yang sama. Indonesia juga mendukung gerakan kemerdekaan di negara-negara lain dan memimpin Gerakan Non-Blok sebagai aliansi negara-negara dunia ketiga dalam mempertahankan kedaulatan dan keberdaulatan negara mereka.

3. Presiden Soekarno memimpin Indonesia dalam mendukung gerakan sosialis di Asia dan Afrika, dan menjalin hubungan dengan negara-negara yang memiliki pemerintahan sosialis seperti Uni Soviet dan Tiongkok.

Pada masa demokrasi terpimpin, politik luar negeri Indonesia sering kali fokus pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, negara ini harus berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri. Pada masa tersebut, Indonesia terus berupaya untuk menunjukkan bahwa mereka adalah negara yang layak untuk diakui dan diperhitungkan dalam urusan internasional.

Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya di hadapan dunia dengan berbagai cara, termasuk melalui diplomasi dan hubungan bilateral dengan negara-negara lain. Indonesia mengirimkan utusan ke berbagai negara, termasuk ke Amerika Serikat dan Inggris, untuk meminta dukungan dalam upayanya mendapatkan pengakuan internasional. Namun, upaya diplomasi tersebut sering kali tidak berhasil, karena negara-negara Barat masih menganggap Indonesia sebagai wilayah jajahan dan tidak percaya bahwa Indonesia dapat memerintah sendiri.

Selain upaya diplomasi, politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin juga sering kali berfokus pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara. Indonesia menolak campur tangan negara-negara Barat dalam urusan dalam negeri dan menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia. Indonesia juga menolak untuk bergabung dengan blok Barat seperti NATO dan SEATO, dan mengambil sikap netral dalam Perang Dingin.

Presiden Soekarno, yang memimpin Indonesia pada masa demokrasi terpimpin, memiliki visi untuk memajukan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan merdeka. Salah satu cara yang digunakan oleh Soekarno untuk mencapai visinya tersebut adalah dengan mendukung gerakan sosialis di Asia dan Afrika. Soekarno percaya bahwa gerakan sosialis dapat membantu negara-negara Asia dan Afrika memperoleh kemerdekaan dan keberdaulatan yang lebih besar.

Indonesia menjalin hubungan dengan negara-negara yang memiliki pemerintahan sosialis seperti Uni Soviet dan Tiongkok. Indonesia juga membantu gerakan kemerdekaan di negara-negara seperti Vietnam dan Kuba. Soekarno memimpin Indonesia dalam mendukung gerakan non-blok, yang bertujuan untuk memperkuat posisi negara-negara kecil di dunia internasional. Melalui dukungan terhadap gerakan sosialis dan non-blok, Indonesia berharap dapat memperkuat posisi negara di dunia internasional dan memperjuangkan kemerdekaan dan keberdaulatan negara.

4. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat menjadi semakin sulit pada masa demokrasi terpimpin, dan Indonesia menolak campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri Indonesia serta menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia.

Pada masa demokrasi terpimpin, hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat menjadi semakin sulit. Hal ini terutama disebabkan oleh kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang sering kali bertentangan dengan kepentingan negara-negara Barat. Salah satu contohnya adalah kebijakan konfrontasi terhadap Malaysia yang menjadi salah satu negara yang didukung oleh Barat. Kebijakan ini membuat Indonesia semakin terisolasi dari negara-negara Barat.

Selain itu, Indonesia juga menolak campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri Indonesia. Presiden Soekarno berpendapat bahwa Indonesia harus mandiri dan tidak tergantung pada negara-negara Barat. Oleh karena itu, Indonesia menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia. Hal ini tercermin dalam kebijakan luar negeri Indonesia yang sering kali menekankan pentingnya kemerdekaan dan keberdaulatan negara.

Indonesia juga menunjukkan sikap yang tegas terhadap upaya Barat untuk mempertahankan pengaruhnya di Asia Tenggara. Indonesia menolak untuk bergabung dengan blok Barat seperti NATO dan SEATO, dan mengambil sikap netral dalam Perang Dingin. Sikap ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negaranya tanpa harus tergantung pada negara-negara Barat.

Dalam upaya untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai negara merdeka dan mandiri, Indonesia juga aktif dalam memperjuangkan hak-hak negara-negara berkembang di forum internasional seperti PBB. Indonesia menekankan pentingnya kerja sama antar negara-negara berkembang, terutama dalam menghadapi tekanan dari negara-negara maju.

Dalam konteks hubungan dengan negara-negara Barat, Indonesia juga berhasil memperoleh dukungan dari negara-negara non-blok seperti India dan Mesir. Dukungan ini membantu Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya di forum internasional dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara merdeka dan mandiri.

Secara keseluruhan, hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat pada masa demokrasi terpimpin terutama dipengaruhi oleh sikap Indonesia yang menekankan pentingnya kemerdekaan dan keberdaulatan negara serta menolak campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri. Hal ini membuat Indonesia semakin terisolasi dari negara-negara Barat, namun Indonesia tetap memperoleh dukungan dari negara-negara non-blok yang memperkuat posisi Indonesia sebagai negara merdeka dan mandiri.

5. Pemerintahan baru pada tahun 1965 mengambil sikap yang lebih pro-Barat dan memulai upaya untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat.

Pada poin ke-5, menjelaskan bahwa pada tahun 1965, Indonesia mengalami perubahan politik yang signifikan setelah terjadinya kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Pemerintahan baru ini mengambil sikap yang lebih pro-Barat dan memulai upaya untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat.

Setelah mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno, Jenderal Soeharto memperkenalkan kebijakan politik luar negeri yang berbeda dari pendahulunya. Pemerintahan baru ini mengambil sikap yang lebih pro-Barat dengan membuka hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan memperbaiki hubungan dengan negara-negara lain di Barat.

Pemerintahan baru juga memutuskan untuk bergabung dengan ASEAN dan menandatangani perjanjian perdagangan dengan negara-negara Barat. Indonesia juga meningkatkan kerja sama ekonomi dengan Jepang dan negara-negara lain di Asia.

Namun, meskipun mengambil sikap yang lebih pro-Barat, Indonesia tetap mempertahankan kebijakan netralitasnya dalam Perang Dingin. Indonesia juga terus memperjuangkan hak-haknya di forum internasional dan menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia.

Pemerintahan baru juga berusaha untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Indonesia menandatangani perjanjian damai dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan dan memulai upaya untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara ASEAN.

Secara keseluruhan, pemerintahan baru pada tahun 1965 mengambil sikap yang lebih pro-Barat dan memulai upaya untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat. Meskipun demikian, Indonesia tetap mempertahankan kebijakan netralitasnya dalam Perang Dingin dan terus memperjuangkan hak-haknya di forum internasional. Pemerintahan baru juga berusaha untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga dan memperkuat kerja sama ekonomi di Asia.

6. Politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru juga diwarnai oleh penindasan terhadap gerakan kemerdekaan di Timor Timur dan Aceh serta konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan.

Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diwarnai oleh penindasan terhadap gerakan kemerdekaan di wilayah Timor Timur dan Aceh, serta konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan. Pemerintah Indonesia menganggap gerakan kemerdekaan tersebut sebagai ancaman bagi keutuhan wilayah Indonesia dan berusaha untuk menindak mereka secara keras. Hal ini menyebabkan timbulnya konflik dan pelanggaran hak asasi manusia yang merugikan masyarakat di wilayah tersebut.

Selain itu, konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan juga menjadi isu yang penting dalam politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru. Kedua negara saling klaim atas wilayah perbatasan, dan Indonesia bahkan pernah memasuki wilayah Malaysia dengan tujuan untuk merebutnya kembali. Konflik ini berakhir dengan penyelesaian damai pada tahun 2002, setelah kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan perbedaan mereka melalui jalur diplomatik.

Penindasan dan konflik ini menghasilkan dampak yang signifikan pada hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara lain. Beberapa negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Australia, mengecam tindakan Indonesia dan menuntut penghentian penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Namun, beberapa negara lain menilai bahwa Indonesia berhak mempertahankan keutuhan wilayahnya dan menunjukkan dukungan terhadap tindakan pemerintah Indonesia.

Secara keseluruhan, politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru diwarnai oleh konflik dan penindasan terhadap gerakan kemerdekaan di wilayah Timor Timur dan Aceh, serta konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan. Hal ini memengaruhi hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara lain, dan menyebabkan perbedaan pendapat dalam hal penilaian tindakan pemerintah Indonesia.

7. Hubungan dengan Australia juga menjadi tegang setelah Australia menolak pengakuan Indonesia terhadap kemerdekaan Papua Nugini.

Poin ke-1: Pada masa demokrasi terpimpin, Indonesia berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam upaya memperoleh pengakuan internasional sebagai negara merdeka. Sejumlah negara Barat, terutama Belanda, menolak mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Situasi tersebut memperumit upaya Indonesia untuk memperoleh dukungan internasional dan menimbulkan ketidakstabilan politik di dalam negeri.

Di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia berjuang untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri. Presiden Soekarno mengambil peran aktif dalam organisasi-organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Gerakan Non-Blok, dan mendukung gerakan kemerdekaan di negara-negara Asia dan Afrika.

Poin ke-2: Politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin sering kali berfokus pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara.

Politik luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin tidak hanya berfokus pada upaya untuk memperoleh pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan mandiri, tetapi juga pada perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara. Indonesia berjuang melawan campur tangan asing dan mencoba untuk mempertahankan hak-haknya sebagai negara yang merdeka.

Beberapa contoh perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan keberdaulatan negara antara lain adalah ketika Indonesia menolak bergabung dengan blok Barat seperti NATO dan SEATO, serta ketika Indonesia menolak campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri Indonesia dan menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia.

Poin ke-3: Presiden Soekarno memimpin Indonesia dalam mendukung gerakan sosialis di Asia dan Afrika, dan menjalin hubungan dengan negara-negara yang memiliki pemerintahan sosialis seperti Uni Soviet dan Tiongkok.

Presiden Soekarno memimpin Indonesia dalam mendukung gerakan sosialis di Asia dan Afrika, dan menjalin hubungan dengan negara-negara yang memiliki pemerintahan sosialis seperti Uni Soviet dan Tiongkok. Indonesia menjadi salah satu pendiri Gerakan Non-Blok pada tahun 1961, yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antara negara-negara yang tidak terikat dengan blok Barat atau Timur.

Indonesia juga mendukung gerakan kemerdekaan di negara-negara seperti Vietnam dan Kuba, serta menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Presiden Soekarno berperan penting dalam memperkuat hubungan antara negara-negara sosialis di Asia dan Afrika, dan Indonesia menjadi salah satu negara terkemuka dalam gerakan tersebut.

Poin ke-4: Hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat menjadi semakin sulit pada masa demokrasi terpimpin, dan Indonesia menolak campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri Indonesia serta menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia.

Pada masa demokrasi terpimpin, hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat menjadi semakin sulit. Presiden Soekarno menolak campur tangan Barat dalam urusan dalam negeri Indonesia dan menuntut pengakuan internasional yang lebih besar bagi Indonesia. Indonesia juga menolak untuk bergabung dengan blok Barat seperti NATO dan SEATO, dan mengambil sikap netral dalam Perang Dingin.

Tantangan terbesar dalam hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat adalah ketika Indonesia menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada tahun 1960-an. Langkah ini menimbulkan kemarahan di antara negara-negara Barat, dan mengakibatkan embargo ekonomi terhadap Indonesia.

Poin ke-5: Pemerintahan baru pada tahun 1965 mengambil sikap yang lebih pro-Barat dan memulai upaya untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat.

Setelah terjadinya kudeta pada tahun 1965 yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto, pemerintahan baru mengambil sikap yang lebih pro-Barat dan memulai upaya untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat. Indonesia bergabung dengan ASEAN pada tahun 1967, dan mulai memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara Barat.

Pemerintahan baru juga mengambil tindakan untuk menyelesaikan konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan dan memperbaiki hubungan dengan Australia. Meskipun demikian, kebijakan luar negeri Indonesia tetap didasarkan pada prinsip non-alihterisme dan ketidakberpihakan.

Poin ke-6: Politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru juga diwarnai oleh penindasan terhadap gerakan kemerdekaan di Timor Timur dan Aceh serta konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan.

Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diwarnai oleh penindasan terhadap gerakan kemerdekaan di Timor Timur dan Aceh serta konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan. Indonesia menganggap Timor Timur sebagai bagian dari wilayahnya dan menolak untuk mengakui kemerdekaan Timor Timur pada tahun 1975.

Indonesia juga mengalami konflik dengan Malaysia mengenai wilayah perbatasan pada tahun 1963. Meskipun Indonesia dan Malaysia berhasil menyelesaikan konflik tersebut dengan cara damai pada tahun 1966, hubungan kedua negara masih tegang.

Poin ke-7: Hubungan dengan Australia juga menjadi tegang setelah Australia menolak pengakuan Indonesia terhadap kemerdekaan Papua Nugini.

Hubungan Indonesia dengan Australia juga menjadi tegang pada masa demokrasi terpimpin setelah Australia menolak pengakuan Indonesia terhadap kemerdekaan Papua Nugini. Indonesia menganggap Papua Nugini sebagai bagian dari wilayah Indonesia, sedangkan Australia mendukung kemerdekaan Papua Nugini.

Ketegangan antara Indonesia dan Australia mencapai puncaknya pada tahun 1965 ketika Indonesia memboikot perdagangan dengan Australia. Meskipun demikian, hubungan antara Indonesia dan Australia berhasil membaik setelah terjadinya kudeta pada tahun 1965 dan kedua negara mulai memperkuat hubungan bilateral.