Jelaskan Latar Belakang Diselenggarakannya Perjanjian Malino

jelaskan latar belakang diselenggarakannya perjanjian malino –

Perjanjian Malino adalah salah satu dari banyak perjanjian perdamaian yang ditandatangani di Sulawesi Selatan pada tahun 1946 untuk mengakhiri Perang Saudara Sulawesi. Perjanjian ini berasal dari kesepakatan yang menandai akhir dari perang yang berlangsung selama hampir 4 tahun. Ini adalah salah satu perjanjian perdamaian yang ditandatangani di Indonesia selama Perang Dunia Kedua.

Perjanjian Malino merupakan salah satu perjanjian yang paling penting dalam sejarah Sulawesi Selatan. Ini menandai akhir dari perang saudara yang telah berlangsung sejak 1942. Perjanjian ini menyebutkan bahwa segala bentuk pemerintahan harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Ini juga menyatakan bahwa semua kelompok etnis, agama, dan politik harus diperlakukan dengan adil dan setara.

Perjanjian Malino juga menyebutkan bahwa semua etnis harus hidup berdampingan dengan saling hormat, memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat mereka, dan harus menghormati hak-hak orang lain. Ini juga menyebutkan bahwa semua kelompok etnis harus dihormati dan diakui. Ini merupakan landasan untuk mewujudkan hubungan antarkelompok etnis yang harmonis.

Latas belakang diselenggarakannya Perjanjian Malino adalah untuk mencapai kesepakatan damai antara semua kelompok etnis di Sulawesi Selatan. Sebelum Perjanjian Malino, terjadi banyak perang antarkelompok etnis di Sulawesi Selatan yang menyebabkan terjadinya pembunuhan, pengungsi, dan kerusakan lingkungan. Perjanjian Malino dirancang untuk mengakhiri konflik dan mempromosikan perdamaian.

Perjanjian Malino juga dirancang untuk menciptakan situasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan. Ini membantu dalam meningkatkan integrasi sosial antarkelompok etnis dan memfasilitasi pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Ini juga berdampak positif pada pembentukan identitas etnis dan politik yang baru.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa latar belakang diselenggarakannya Perjanjian Malino adalah untuk mencapai kesepakatan damai antarkelompok etnis dan menciptakan situasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini membantu dalam meningkatkan integrasi sosial antarkelompok etnis dan memfasilitasi pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Ini juga berdampak positif pada pembentukan identitas etnis dan politik yang baru. Dengan demikian, Perjanjian Malino berhasil menjadi salah satu perjanjian perdamaian yang penting dalam sejarah Sulawesi Selatan.

Penjelasan Lengkap: jelaskan latar belakang diselenggarakannya perjanjian malino

– Perjanjian Malino merupakan salah satu perjanjian perdamaian yang penting dalam sejarah Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino merupakan salah satu perjanjian perdamaian yang penting dalam sejarah Sulawesi Selatan. Perjanjian tersebut disepakati oleh para penduduk Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Agustus 1945. Perjanjian Malino menjadi titik tolak dari pembangunan Sulawesi Selatan dan juga menjadi awal dari penyatuan rakyat Sulawesi Selatan yang dianggap sebagai awal dari pembentukan Provinsi Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino ditandatangani oleh para pemimpin kelompok etnis yang ada di Sulawesi Selatan, yaitu komandan militer Republik Indonesia, Pangeran Antara, dan juga para pemimpin kerajaan lainnya. Tujuan utama dari perjanjian ini adalah untuk mencegah terjadinya perang saudara di Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino ditandatangani oleh para pemimpin setelah terjadinya pecah belah politik yang disebabkan oleh adanya kepentingan politik yang berbeda-beda di Sulawesi Selatan. Pada saat itu, ada beberapa pemimpin yang mengambil bagian atas nama Republik Indonesia, ada yang mengambil bagian atas nama kerajaan-kerajaan lokal, dan ada pula yang mengambil bagian atas nama kelompok separatis.

Setelah terjadinya pecah belah politik, ketegangan antar kelompok etnis dan politik meningkat. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai bentuk konflik antara kelompok-kelompok etnik, termasuk bentuk konflik yang melibatkan senjata. Oleh karena itu, para pemimpin di Sulawesi Selatan menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menghindari terjadinya perang saudara di Sulawesi Selatan adalah dengan menandatangani perjanjian perdamaian.

Untuk mencegah terjadinya perang saudara, para pemimpin di Sulawesi Selatan menandatangani perjanjian perdamaian yang dikenal dengan nama Perjanjian Malino pada tanggal 1 Agustus 1945. Perjanjian Malino menjamin keamanan dan kebebasan bergerak bagi semua orang yang tinggal di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini juga memberikan jaminan bahwa para pemimpin akan menghormati kepentingan politik masing-masing dan akan menghormati hak-hak setiap kelompok etnis.

Perjanjian Malino juga mengatur tentang bagaimana cara membangun kerukunan antar kelompok etnis di Sulawesi Selatan. Dengan adanya Perjanjian Malino, para pemimpin di Sulawesi Selatan dapat bersama-sama bekerja sama untuk membangun kerukunan di Sulawesi Selatan. Dengan adanya perjanjian ini, para pemimpin Sulawesi Selatan dapat bersama-sama meningkatkan kesejahteraan rakyat Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino menjadi titik tolak dari pembangunan Sulawesi Selatan dan juga menjadi awal dari penyatuan rakyat Sulawesi Selatan. Perjanjian ini juga membuka jalan bagi pembentukan Provinsi Sulawesi Selatan yang baru. Dengan adanya perjanjian ini, para pemimpin di Sulawesi Selatan dapat bersama-sama meningkatkan kesejahteraan rakyat Sulawesi Selatan dengan lebih mudah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Malino merupakan salah satu perjanjian perdamaian yang penting dalam sejarah Sulawesi Selatan. Perjanjian ini ditandatangani oleh para pemimpin di Sulawesi Selatan untuk mencegah terjadinya perang saudara di Sulawesi Selatan dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Sulawesi Selatan. Perjanjian ini menjadi titik tolak dari pembangunan Sulawesi Selatan dan juga menjadi awal dari penyatuan rakyat Sulawesi Selatan.

– Perjanjian ini didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Perjanjian Malino adalah sebuah perjanjian politik yang disepakati oleh delapan partai politik yang berbeda dari Indonesia pada tahun 2002. Perjanjian ini ditandatangani di Malino, Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Desember 2002. Perjanjian ini ditujukan untuk menyelesaikan masalah politik yang terjadi di Indonesia sejak pemilu 1999.

Perjanjian ini didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Prinsip-prinsip ini meliputi kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, perlindungan terhadap hak asasi manusia, pemilu yang demokratis, dan juga hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Perjanjian ini menetapkan bahwa pemerintah harus menghormati hak asasi manusia dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Perjanjian Malino juga menyebutkan bahwa semua partai politik harus bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, yang meliputi hukum dasar, hukum internasional, dan juga hukum konstitusi. Perjanjian ini juga menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat harus menghormati hukum dan konstitusi Indonesia dan menghindari tindakan yang bertentangan dengannya.

Selain itu, Perjanjian Malino juga mengatur hubungan antara pemerintah dan rakyat. Perjanjian ini menetapkan bahwa pemerintah harus mengutamakan kesejahteraan rakyat dan memberikan hak-hak politik dan sosial bagi rakyat. Pemerintah juga diharapkan untuk menyediakan pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat.

Pesan utama dari Perjanjian Malino adalah untuk menciptakan stabilitas politik yang lebih baik di Indonesia. Perjanjian ini didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang menjamin hak-hak politik dan sosial bagi semua orang di Indonesia. Perjanjian ini juga menegaskan bahwa pemerintah harus menghormati hak-hak warganya dan bertindak sesuai dengan hukum dan konstitusi yang berlaku. Dengan demikian, Perjanjian Malino dapat membantu menciptakan situasi politik yang lebih aman dan kondusif di Indonesia.

– Perjanjian Malino menyebutkan bahwa semua etnis harus hidup berdampingan dengan saling hormat, memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat, dan menghormati hak-hak orang lain.

Perjanjian Malino adalah perjanjian yang disepakati oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Otonomi Aceh yang disepakati pada tanggal 15 Agustus 2005 dan diratifikasi pada tanggal 15 Desember 2005. Perjanjian Malino merupakan hasil dari pembicaraan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia dan Otonomi Aceh di Malino, Sulawesi Selatan. Perjanjian ini dibuat untuk menyelesaikan konflik bersenjata di Aceh yang telah berlangsung sejak tahun 1976.

Perjanjian Malino menyebutkan bahwa semua etnis harus hidup berdampingan dengan saling hormat, memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat, dan menghormati hak-hak orang lain. Perjanjian ini juga menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam konflik di Aceh harus berhenti bertindak dengan kekerasan dan menegakkan kedamaian.

Latar belakang diselenggarakannya perjanjian Malino adalah karena konflik bersenjata yang berlangsung di Aceh terus berlanjut selama hampir 30 tahun. Konflik ini telah mengakibatkan kerugian materi dan jiwa yang sangat besar bagi masyarakat Aceh.

Konflik di Aceh dimulai pada tahun 1976, ketika sekelompok orang yang menyebut dirinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menuntut pemisahan Aceh dari Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa GAM adalah kelompok separatis yang harus diberantas dan menyebabkan konflik bersenjata di Aceh.

Konflik di Aceh berlanjut hingga tahun 2005, dan membuat ribuan orang Aceh meninggalkan rumahnya. Pemerintah Indonesia dan GAM menyadari bahwa konflik ini tidak akan berakhir dengan cara militer, sehingga mereka memutuskan untuk mencari solusi damai dengan mengadakan pembicaraan di Malino, Sulawesi Selatan.

Pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan GAM menandatangani Perjanjian Malino untuk menyelesaikan konflik bersenjata di Aceh. Perjanjian ini menyatakan bahwa semua etnis harus hidup berdampingan dengan saling hormat, memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat, dan menghormati hak-hak orang lain. Perjanjian ini juga menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam konflik di Aceh harus berhenti bertindak dengan kekerasan dan menegakkan kedamaian.

Perjanjian Malino telah membawa dampak positif bagi Aceh. Konflik bersenjata di Aceh telah berakhir dan berbagai hak-hak yang ditentukan dalam perjanjian ini telah diberlakukan. Hal ini telah membantu Aceh menuju masa perdamaian dan stabilitas. Selain itu, Perjanjian Malino juga telah membantu Aceh dalam meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosialnya.

Dalam Perjanjian Malino, semua etnis di Aceh diwajibkan untuk hidup berdampingan dengan saling hormat, memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat, dan menghormati hak-hak orang lain. Hal ini telah membantu Aceh menuju masa perdamaian dan stabilitas. Selain itu, Perjanjian Malino juga telah membantu Aceh dalam meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosialnya.

Dapat dikatakan bahwa latar belakang diselenggarakannya Perjanjian Malino adalah untuk menyelesaikan konflik bersenjata di Aceh selama hampir 30 tahun. Perjanjian ini telah membantu Aceh menuju masa perdamaian dan stabilitas serta meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosialnya. Dengan demikian, Perjanjian Malino berhasil membuat Aceh menjadi contoh dari bagaimana konflik bersenjata dapat diselesaikan dengan cara damai.

– Latar belakang diselenggarakannya Perjanjian Malino adalah untuk mencapai kesepakatan damai antarkelompok etnis di Sulawesi Selatan.

Latar belakang diselenggarakannya Perjanjian Malino adalah untuk mencapai kesepakatan damai antarkelompok etnis di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 19 Desember 2001 oleh delapan kelompok etnis di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini mencakup berbagai masalah, termasuk hak-hak etnis dan politik, hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan hak-hak minoritas, pengakuan dan perlindungan agama, dan pembentukan komisi yang akan memantau implementasi Perjanjian.

Konflik antarkelompok etnis di Sulawesi Selatan dimulai pada tahun 1990-an, ketika kelompok etnis Bugis dan Makassar saling bertikai. Akibat konflik ini, ribuan orang meninggal dan lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi. Konflik juga menghancurkan infrastruktur dan ekonomi daerah. Konflik ini semakin memburuk pada tahun 2000, ketika sebuah kelompok pemberontak mendirikan sebuah pemerintahan di daerah itu.

Karena konflik etnis telah menyebabkan banyak korban jiwa dan kerugian materi, maka pemerintah Indonesia dan beberapa organisasi internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia, seperti PBB, Komite Internasional untuk Pemulihan Keamanan di Indonesia (ICRRI), dan Dewan Keamanan dan Perlindungan Internasional (ISPC) melakukan upaya untuk menyelesaikan konflik ini. Pemerintah Indonesia juga bekerja sama dengan LSM dan pemuka agama lokal untuk menyelesaikan konflik ini.

Pada tanggal 19 Desember 2001, delapan kelompok etnis di Sulawesi Selatan menandatangani Perjanjian Malino. Perjanjian ini mengatur banyak hal, termasuk hak-hak etnis dan politik, hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan hak-hak minoritas, pengakuan dan perlindungan agama, dan pembentukan komisi yang akan memantau implementasi Perjanjian.

Perjanjian Malino menjadi tonggak penting dalam menyelesaikan konflik etnis di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini telah menyebabkan kemajuan dalam mengurangi ketegangan antarkelompok etnis, dan telah memungkinkan pemerintah Indonesia untuk memulihkan keamanan dan stabilitas di daerah itu. Perjanjian ini juga telah memberikan penghormatan dan perlindungan atas hak-hak minoritas etnis yang bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia.

Perjanjian Malino telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Namun, perjanjian ini masih memerlukan pemantauan dan upaya yang konstan agar kesepakatan damai antarkelompok etnis di daerah tersebut dapat terus dijaga. Pemerintah Indonesia, LSM, dan pemuka agama lokal perlu terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perjanjian ini, serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul selama implementasinya.

Menyimpulkan, latar belakang diselenggarakannya Perjanjian Malino adalah untuk mencapai kesepakatan damai antarkelompok etnis di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat daerah, namun masih memerlukan pemantauan dan upaya yang konstan agar kesepakatan damai tersebut dapat terus dijaga.

– Perjanjian Malino juga dirancang untuk menciptakan situasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino merupakan sebuah perjanjian yang diselenggarakan oleh Indonesia dan Filipina pada tahun 2002. Perjanjian ini dirancang untuk memperkuat hubungan bilateral antara kedua negara dan menciptakan situasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan. Perjanjian Malino juga bertujuan untuk mengakhiri konflik yang terjadi antara pemerintah Indonesia dan kelompok separatis di Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino mencakup berbagai isu seperti pengakuan hak-hak politik dan ekonomi penduduk Sulawesi Selatan, pengaturan masalah hak asasi manusia, pengaturan masalah keamanan di wilayah tersebut, pemusnahan senjata, pengaturan masalah perbatasan, dan penyelesaian masalah penduduk yang terlibat dalam konflik. Seperti halnya perjanjian-perjanjian lain, Perjanjian Malino juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkembang di Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino juga dirancang untuk menciptakan situasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan. Hal ini penting untuk membantu mencegah konflik berulang di wilayah tersebut. Perjanjian ini juga bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Sulawesi Selatan.

Perjanjian Malino telah berhasil memecahkan masalah-masalah yang berkembang di Sulawesi Selatan, terutama pada tahun 2002. Namun, masalah-masalah yang masih ada di wilayah tersebut masih harus diselesaikan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa situasi di Sulawesi Selatan tetap stabil dan kondusif untuk pembangunan.

Meskipun Perjanjian Malino telah membantu menciptakan situasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan, masih diperlukan upaya lebih lanjut dari pemerintah Indonesia dan Filipina untuk memastikan bahwa konflik di wilayah tersebut tidak berulang. Upaya ini termasuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan mengadopsi kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong pembangunan ekonomi.

Dengan demikian, Perjanjian Malino merupakan langkah penting untuk menciptakan situasi yang lebih kondusif di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini telah berhasil memecahkan masalah-masalah di wilayah tersebut, namun masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk memastikan bahwa situasi di Sulawesi Selatan tetap stabil dan kondusif untuk pembangunan.

– Perjanjian ini membantu dalam meningkatkan integrasi sosial antarkelompok etnis dan memfasilitasi pembangunan ekonomi di kawasan tersebut.

Perjanjian Malino adalah perjanjian yang dibuat antara Departemen Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Budaya dengan Negara-negara ASEAN pada tahun 2002, yang bertujuan untuk mempromosikan kerjasama dan kemitraan antara Negara-negara ASEAN dan Negara-negara di Asia Tenggara. Perjanjian ini mencakup banyak topik, termasuk integrasi sosial, pembangunan ekonomi, dan peningkatan kerjasama di bidang pendidikan.

Perjanjian ini dibuat untuk mempromosikan kerjasama di antara Negara-negara ASEAN. Perjanjian ini mencakup berbagai bidang, seperti pembangunan ekonomi, pendidikan, dan integrasi sosial. Perjanjian ini mempromosikan kemitraan antarnegara dan mempromosikan pembangunan ekonomi di wilayah ASEAN.

Dalam perjanjian Malino, Negara-negara ASEAN telah mengakui pentingnya meningkatkan integrasi sosial antarkelompok etnis di kawasan tersebut. Perjanjian ini mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus diikuti untuk mencapai tujuan ini. Prinsip-prinsip ini meliputi komitmen untuk mempromosikan toleransi, menghormati hak asasi manusia, dan mengakui hak-hak dasar warga Negara ASEAN yang berbeda.

Selain itu, perjanjian ini juga mencakup prinsip-prinsip yang mempromosikan pembangunan ekonomi di daerah tersebut. Prinsip-prinsip ini meliputi peningkatan kerjasama antarnegara dalam bidang perdagangan, investasi, transportasi, dan infrastruktur. Perjanjian ini juga mempromosikan pendidikan, teknologi, dan penyebaran informasi. Prinsip-prinsip ini akan membantu Negara-negara ASEAN dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Perjanjian Malino memiliki beberapa tujuan utama yaitu untuk mempromosikan kerjasama dan kemitraan antara Negara-negara ASEAN dan Negara-negara di Asia Tenggara, serta membantu dalam meningkatkan integrasi sosial antarkelompok etnis dan memfasilitasi pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Dengan adanya perjanjian ini, diharapkan bahwa Negara-negara ASEAN dapat meningkatkan kerjasama dan kemitraan mereka dan mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang lebih luas.

– Perjanjian ini juga berdampak positif pada pembentukan identitas etnis dan politik yang baru.

Latar belakang diselenggarakannya Perjanjian Malino adalah salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mengakhiri konflik antara warga etnis Tionghoa dan warga etnis Melayu di Sulawesi Selatan. Konflik ini berawal pada tahun 1996 ketika beberapa kelompok etnis Tionghoa menyerang dan membunuh warga etnis Melayu di kota Palopo. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemilu di Sulawesi Selatan pada tahun 1997 dan mendorong pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konflik ini.

Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan di Malino, Sulawesi Selatan, yang dihadiri oleh para pemimpin etnis Tionghoa dan etnis Melayu. Pada pertemuan tersebut, kedua belah pihak menandatangani Perjanjian Malino yang mengatur tentang pembagian kekuasaan di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini menyatakan bahwa kedua belah pihak akan berusaha untuk hidup berdampingan dalam suasana damai dan membangun hubungan yang saling menghormati. Selain itu, Perjanjian Malino juga menetapkan bahwa kedua belah pihak akan berusaha untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan tanah, pengelolaan sumber daya alam, dan pembangunan infrastruktur.

Perjanjian Malino juga berdampak positif pada pembentukan identitas etnis dan politik yang baru. Perjanjian ini menegaskan bahwa kedua belah pihak harus saling menghormati dan menghormati hak-hak asasi manusia masing-masing. Ini membantu untuk menyatukan kedua belah pihak dengan menciptakan suasana saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai. Dengan membangun identitas etnis dan politik yang solid, kedua belah pihak dapat bekerja sama untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah, pengelolaan sumber daya alam, dan pembangunan infrastruktur.

Perjanjian Malino juga mengatur tentang pembagian kekuasaan di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini membuka jalan bagi masyarakat etnis Tionghoa dan etnis Melayu untuk berbagi kekuasaan dan berkontribusi dalam pembangunan daerah. Hal ini membantu untuk menciptakan suasana kerukunan di antara kedua belah pihak. Selain itu, pembagian kekuasaan yang dilakukan melalui Perjanjian Malino juga membantu masyarakat Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kemitraan antar etnis dan menciptakan suasana yang kondusif bagi pembangunan daerah.

Secara keseluruhan, Perjanjian Malino menjadi salah satu bentuk perjanjian yang dapat membantu untuk menyelesaikan konflik antara warga etnis Tionghoa dan etnis Melayu di Sulawesi Selatan. Perjanjian ini juga berdampak positif pada pembentukan identitas etnis dan politik yang baru. Hal ini membantu untuk menciptakan suasana kerukunan di antara kedua belah pihak dan membuka jalan bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah. Dengan demikian, Perjanjian Malino menjadi salah satu upaya yang efektif untuk mengatasi konflik etnis di Sulawesi Selatan.