Bagaimana Proses Terjadinya Gempa Tektonik

bagaimana proses terjadinya gempa tektonik – Gempa tektonik adalah fenomena alam yang terjadi ketika dua lempeng tektonik bertemu dan terjadi pergeseran diantara keduanya. Gempa tektonik seringkali mengakibatkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur, dan bahkan menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana proses terjadinya gempa tektonik.

Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi yang bergerak secara perlahan-lahan. Ada beberapa jenis lempeng tektonik yang saling bertemu, seperti lempeng Indo-Australia, Eurasia, Pasifik, dan lain-lain. Ketika dua lempeng tektonik bertemu, terjadi tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform.

Pergerakan konvergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling mendekat. Biasanya, lempeng yang lebih padat akan menekan lempeng yang lebih tipis hingga menimbulkan lipatan dan patahan. Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, seperti Puncak Himalaya yang terbentuk dari pergerakan konvergen antara lempeng India dan Eurasia.

Sedangkan pergerakan divergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling menjauh. Proses ini seringkali terjadi di dasar laut dan membentuk gurun laut. Ketika lempeng tektonik saling menjauh, magma akan naik ke permukaan bumi dan membentuk gunung berapi. Contohnya adalah pergerakan divergen antara lempeng Pasifik dan Amerika Utara yang membentuk Gunung St. Helens.

Pergerakan terakhir adalah transform, yaitu ketika dua lempeng tektonik saling meluncur sejajar. Proses ini seringkali terjadi di wilayah patahan atau sesar, seperti Sesar San Andreas di California, Amerika Serikat. Ketika terjadi pergerakan transform, biasanya terjadi gempa tektonik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur.

Gempa tektonik terjadi ketika terjadi pergeseran diantara lempeng tektonik. Pergeseran ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu pergeseran mendatar dan pergeseran vertikal. Pergeseran mendatar terjadi ketika dua lempeng tektonik saling meluncur sejajar, sedangkan pergeseran vertikal terjadi ketika satu lempeng tektonik naik atau turun.

Saat terjadi pergeseran, terdapat energi yang dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik. Besarnya gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter yang mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik.

Dalam beberapa kasus, gempa tektonik dapat menyebabkan tsunami atau gelombang laut raksasa yang dapat mengakibatkan kerusakan di wilayah pantai. Tsunami terjadi ketika gempa tektonik terjadi di dasar laut dan mengakibatkan pergeseran besar-besaran. Tsunami bisa sangat berbahaya dan menyebabkan korban jiwa yang cukup banyak.

Dalam rangka mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik, diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana. Salah satunya adalah dengan membangun bangunan yang tahan gempa. Selain itu, juga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya gempa tektonik dan cara mengurangi risikonya.

Dalam kesimpulan, gempa tektonik terjadi ketika terjadi pergeseran diantara lempeng tektonik. Pergerakan ini dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform. Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan. Dalam rangka mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik, diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Penjelasan: bagaimana proses terjadinya gempa tektonik

1. Gempa tektonik terjadi ketika terjadi pergeseran diantara lempeng tektonik.

Gempa tektonik terjadi ketika terjadi pergeseran diantara lempeng tektonik. Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi yang bergerak secara perlahan-lahan. Ada beberapa jenis lempeng tektonik yang saling bertemu, seperti lempeng Indo-Australia, Eurasia, Pasifik, dan lain-lain. Ketika dua lempeng tektonik bertemu, terjadi tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform.

Pergerakan konvergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling mendekat. Biasanya, lempeng yang lebih padat akan menekan lempeng yang lebih tipis hingga menimbulkan lipatan dan patahan. Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, seperti Puncak Himalaya yang terbentuk dari pergerakan konvergen antara lempeng India dan Eurasia.

Sedangkan pergerakan divergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling menjauh. Proses ini seringkali terjadi di dasar laut dan membentuk gurun laut. Ketika lempeng tektonik saling menjauh, magma akan naik ke permukaan bumi dan membentuk gunung berapi. Contohnya adalah pergerakan divergen antara lempeng Pasifik dan Amerika Utara yang membentuk Gunung St. Helens.

Pergerakan terakhir adalah transform, yaitu ketika dua lempeng tektonik saling meluncur sejajar. Proses ini seringkali terjadi di wilayah patahan atau sesar, seperti Sesar San Andreas di California, Amerika Serikat. Ketika terjadi pergerakan transform, biasanya terjadi gempa tektonik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur.

Ketika terjadi pergeseran di antara lempeng tektonik, terdapat energi yang dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik. Besarnya gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter yang mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik.

Dalam beberapa kasus, gempa tektonik dapat menyebabkan tsunami atau gelombang laut raksasa yang dapat mengakibatkan kerusakan di wilayah pantai. Tsunami terjadi ketika gempa tektonik terjadi di dasar laut dan mengakibatkan pergeseran besar-besaran. Tsunami bisa sangat berbahaya dan menyebabkan korban jiwa yang cukup banyak.

Dalam rangka mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik, diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana. Salah satunya adalah dengan membangun bangunan yang tahan gempa. Selain itu, juga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya gempa tektonik dan cara mengurangi risikonya.

2. Pergeseran ini dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform.

Poin kedua dari tema “bagaimana proses terjadinya gempa tektonik” adalah pergeseran dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform.

Ketika lempeng tektonik bertemu, terjadi pergeseran di antara keduanya yang dapat memicu terjadinya gempa tektonik. Pergeseran ini dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform.

Pergerakan konvergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling mendekat satu sama lain. Pada saat mendekat, salah satu lempeng yang lebih padat akan menekan lempeng yang lebih tipis dan akhirnya terjadi pembentukan lipatan dan patahan di kerak bumi. Pergerakan konvergen ini sering terjadi di wilayah pegunungan. Contohnya, Himalaya terbentuk dari pergerakan konvergen antara lempeng India dan Eurasia.

Pergerakan divergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling menjauh satu sama lain. Pada saat menjauh, magma dari bawah kerak bumi naik ke permukaan dan membentuk gunung berapi. Proses ini sering terjadi di dasar laut dan membentuk gurun laut. Contohnya di Indonesia, letusan gunung berapi Krakatau pada tahun 1883 terjadi karena pergerakan divergen.

Pergerakan transform terjadi ketika dua lempeng tektonik saling meluncur sejajar satu sama lain. Pergerakan ini sering terjadi di wilayah patahan atau sesar. Pada saat terjadi pergerakan transform, biasanya terjadi gempa tektonik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur. Contoh dari pergerakan transform adalah sesar San Andreas di California, Amerika Serikat.

Dalam kesimpulan, pergeseran di antara lempeng tektonik dapat memicu terjadinya gempa tektonik. Pergeseran ini dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform. Untuk meminimalkan dampak dari terjadinya gempa tektonik, perlu dilakukan upaya mitigasi bencana dan peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya gempa tektonik sehingga bisa mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik.

3. Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan.

Poin ketiga dari tema ‘bagaimana proses terjadinya gempa tektonik’ mengatakan bahwa proses terjadinya gempa tektonik seringkali terjadi di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan. Hal ini berkaitan dengan jenis pergerakan lempeng tektonik yang terjadi.

Pada pergerakan konvergen, terjadi pergeseran di antara dua lempeng tektonik yang saling mendekat. Biasanya, lempeng yang lebih padat akan menekan lempeng yang lebih tipis hingga menimbulkan lipatan dan patahan. Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, seperti Puncak Himalaya yang terbentuk dari pergerakan konvergen antara lempeng India dan Eurasia.

Sedangkan pada pergerakan divergen, terjadi pergeseran di antara dua lempeng tektonik yang saling menjauh. Proses ini seringkali terjadi di dasar laut dan membentuk gurun laut. Ketika lempeng tektonik saling menjauh, magma akan naik ke permukaan bumi dan membentuk gunung berapi. Contohnya adalah pergerakan divergen antara lempeng Pasifik dan Amerika Utara yang membentuk Gunung St. Helens.

Pergerakan terakhir adalah transform, yaitu ketika dua lempeng tektonik saling meluncur sejajar. Proses ini seringkali terjadi di wilayah patahan atau sesar, seperti Sesar San Andreas di California, Amerika Serikat. Ketika terjadi pergerakan transform, biasanya terjadi gempa tektonik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur.

Wilayah pegunungan, dasar laut, dan patahan merupakan wilayah dengan potensi terjadinya gempa tektonik yang cukup tinggi karena terjadi pergerakan lempeng tektonik yang signifikan. Oleh karena itu, wilayah-wilayah tersebut perlu mendapat perhatian khusus dalam upaya mitigasi bencana dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya gempa tektonik.

4. Ketika terjadi pergeseran, terdapat energi yang dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik.

Gempa tektonik terjadi ketika terjadi pergeseran di antara lempeng tektonik. Pergeseran ini dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform. Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan.

Ketika terjadi pergeseran, terdapat energi yang dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik adalah getaran atau vibrasi yang merambat melalui bumi akibat dari pergeseran atau gerakan lempeng tektonik. Gelombang seismik dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk, termasuk gelombang P (primer), gelombang S (sekunder), dan gelombang permukaan.

Gelombang P adalah gelombang yang merambat melalui medium dengan cara meregangkan dan merapatkan partikel-partikel dalam medium. Gelombang P dapat merambat melalui benda padat, cair, dan gas. Gelombang S adalah gelombang yang merambat melalui medium dengan cara merayapkan partikel-partikel dalam medium. Gelombang S hanya dapat merambat melalui benda padat saja.

Selain gelombang P dan gelombang S, terdapat juga gelombang permukaan, yaitu jenis gelombang yang merambat di permukaan bumi. Gelombang permukaan dapat terjadi ketika gelombang P dan gelombang S mencapai permukaan bumi. Gelombang permukaan memiliki amplitudo yang besar dan dapat merusak bangunan serta infrastruktur.

Besarnya gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter yang mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik. Skala Richter diperkenalkan oleh Charles Richter pada tahun 1935 dan digunakan secara luas hingga saat ini. Skala Richter mengukur kekuatan gempa berdasarkan besarnya amplitudo gelombang seismik.

Ketika terjadi gempa tektonik, gelombang seismik yang dihasilkan dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik. Getaran ini dapat merusak bangunan, infrastruktur, dan bahkan menimbulkan korban jiwa.

Dalam rangka mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik, diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana dan peningkatan kesadaran masyarakat. Mitigasi bencana dapat dilakukan dengan membangun bangunan yang tahan gempa dan melakukan pengawasan terhadap wilayah yang rawan terjadi gempa tektonik. Peningkatan kesadaran masyarakat juga penting dilakukan agar masyarakat dapat mengenali tanda-tanda awal gempa tektonik dan mengambil tindakan yang tepat dalam situasi darurat.

5. Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik.

Poin ke-5 dalam tema ‘bagaimana proses terjadinya gempa tektonik’ adalah “Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik.” Hal ini terjadi ketika terjadi pergeseran di antara lempeng tektonik.

Ketika terjadi pergeseran, terdapat energi yang dibebaskan dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik tersebut menyebar ke segala arah dari sumber gempa tektonik, yang seringkali berada di dalam tanah. Gelombang seismik ini dapat merambat melalui batuan dan air yang terdapat di dalam bumi, serta melalui udara di atas permukaan bumi.

Gelombang seismik yang merambat ke permukaan bumi dapat mengakibatkan getaran atau gempa tektonik. Getaran ini dapat dirasakan oleh manusia dan juga mengakibatkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur, dan lingkungan sekitar. Besarnya getaran atau gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter yang mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik.

Gempa tektonik memiliki tiga jenis gelombang seismik, yaitu gelombang P, gelombang S, dan gelombang permukaan. Gelombang P adalah gelombang yang merambat paling cepat dan pertama kali terdeteksi oleh peralatan seismik. Gelombang S merambat lebih lambat daripada gelombang P dan menimbulkan getaran yang lebih kuat. Sedangkan gelombang permukaan merupakan gelombang yang merambat di permukaan bumi dan menyebabkan getaran yang paling kuat.

Gempa tektonik dapat terjadi di berbagai tempat di dunia, terutama di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan. Wilayah yang berada di atas atau dekat dengan patahan tektonik atau sesar kemungkinan besar akan mengalami gempa tektonik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat di wilayah tersebut untuk memahami risiko gempa tektonik dan mengambil tindakan mitigasi bencana yang tepat untuk mengurangi kerugian dan risiko kehilangan nyawa.

6. Besarnya gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter yang mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik.

Poin keenam dari tema “bagaimana proses terjadinya gempa tektonik” adalah besarnya gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter yang mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik.

Skala Richter adalah skala yang digunakan untuk mengukur kekuatan gempa bumi. Skala ini diciptakan oleh seismolog Amerika, Charles Richter pada tahun 1935. Skala ini didasarkan pada amplitudo gelombang seismik yang tercatat di stasiun seismik. Skala Richter memiliki rentang nilai dari 0 hingga di atas 9,0.

Sistem peringkat menggunakan logaritma, yang berarti setiap peningkatan satu tingkat skala Richter berarti gempa bumi tersebut 10 kali lebih kuat dari gempa bumi sebelumnya. Sebagai contoh, gempa bumi dengan magnitudo 5,0 adalah 10 kali lebih kuat dari gempa bumi dengan magnitudo 4,0.

Meskipun skala Richter memiliki kelemahan, seperti tidak dapat menggambarkan tingkat kerusakan dan dampak yang ditimbulkan oleh gempa bumi, namun skala ini masih menjadi salah satu cara terbaik untuk mengukur kekuatan gempa bumi.

Dalam menjaga keselamatan dan keamanan, penting bagi kita untuk memahami tingkat kekuatan gempa bumi. Dengan memahami skala Richter, kita dapat mengetahui seberapa besar potensi kerusakan dan dampak yang mungkin terjadi pada daerah yang terkena gempa bumi. Oleh karena itu, para ahli dan pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan teknologi dan sistem peringatan dini untuk mengurangi risiko terjadinya gempa bumi dan mengurangi dampak kerusakan yang ditimbulkan.

7. Dalam beberapa kasus, gempa tektonik dapat menyebabkan tsunami atau gelombang laut raksasa yang dapat mengakibatkan kerusakan di wilayah pantai.

Poin ke-7 menyatakan bahwa dalam beberapa kasus, gempa tektonik dapat menyebabkan tsunami atau gelombang laut raksasa yang dapat mengakibatkan kerusakan di wilayah pantai. Tsunami terjadi ketika gempa tektonik terjadi di dasar laut dan mengakibatkan pergeseran besar-besaran. Tsunami bisa sangat berbahaya dan menyebabkan korban jiwa yang cukup banyak.

Pada dasarnya, tsunami adalah gelombang laut dengan amplitudo yang sangat besar dan frekuensi rendah. Tsunami disebabkan oleh pergerakan vertikal lempeng tektonik di dasar laut. Ketika terjadi pergerakan vertical, air laut yang terdapat diatasnya terdorong ke atas dan terbentuklah gelombang raksasa yang melintasi samudra.

Tsunami dapat merambat dengan kecepatan mencapai 800 kilometer per jam dan memiliki panjang gelombang yang mencapai 200 kilometer. Karena kecepatan dan amplitudo yang tinggi, tsunami bisa sangat berbahaya dan menyebabkan kerusakan yang besar di wilayah pantai.

Kerusakan yang disebabkan oleh tsunami bisa sangat beragam, mulai dari kerusakan fisik pada bangunan dan infrastruktur, hingga menyebabkan korban jiwa yang cukup banyak. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya tsunami dengan membangun sistem peringatan dini dan melakukan evakuasi dini ketika terjadi gempa tektonik di dasar laut.

Pemerintah dan masyarakat juga harus meningkatkan kesadaran akan bahaya tsunami dan cara-cara mengurangi risikonya. Hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pelatihan evakuasi dini, serta membangun bangunan yang tahan gempa dan tsunami di wilayah pantai. Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya kerusakan dan korban jiwa akibat tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik.

8. Diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam rangka mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik.

Poin ke-1: Gempa tektonik terjadi ketika terjadi pergeseran diantara lempeng tektonik.

Gempa tektonik terjadi ketika terjadi pergeseran diantara lempeng tektonik. Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi yang bergerak secara perlahan-lahan. Ketika dua lempeng tektonik bertemu, terjadi tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform. Pada saat terjadi pergerakan tersebut, energi dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik.

Poin ke-2: Pergeseran ini dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform.

Pergeseran lempeng tektonik dapat terjadi dengan tiga jenis pergerakan, yaitu konvergen, divergen, dan transform. Pergerakan konvergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling mendekat, sedangkan pergerakan divergen terjadi ketika dua lempeng tektonik saling menjauh. Sedangkan pergerakan transform terjadi ketika dua lempeng tektonik saling meluncur sejajar. Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan.

Poin ke-3: Proses ini seringkali terjadi di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan.

Proses terjadinya gempa tektonik seringkali terjadi di wilayah pegunungan, dasar laut, atau patahan. Ketika terjadi pergerakan lempeng tektonik, terdapat energi yang dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik.

Poin ke-4: Ketika terjadi pergeseran, terdapat energi yang dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik.

Ketika terjadi pergeseran lempeng tektonik, terdapat energi yang dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik. Besarnya energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter.

Poin ke-5: Gelombang seismik ini dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik.

Gelombang seismik yang dilepaskan oleh pergerakan lempeng tektonik dapat merambat hingga ke permukaan bumi dan mengakibatkan getaran atau gempa tektonik. Gempa tektonik dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur, dan bahkan menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana proses terjadinya gempa tektonik dan bagaimana cara mengurangi risiko terjadinya bencana tersebut.

Poin ke-6: Besarnya gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter yang mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik.

Besarnya energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik dapat diukur dengan menggunakan skala Richter. Skala Richter adalah skala yang digunakan untuk mengukur besar energi yang dilepaskan oleh gempa tektonik. Skala ini berbasis logaritmik, yang berarti setiap kenaikan satu level di skala Richter menggambarkan gempa yang 10 kali lebih besar.

Poin ke-7: Dalam beberapa kasus, gempa tektonik dapat menyebabkan tsunami atau gelombang laut raksasa yang dapat mengakibatkan kerusakan di wilayah pantai.

Dalam beberapa kasus, gempa tektonik dapat menyebabkan tsunami atau gelombang laut raksasa yang dapat mengakibatkan kerusakan di wilayah pantai. Tsunami terjadi ketika gempa tektonik terjadi di dasar laut dan mengakibatkan pergeseran besar-besaran. Tsunami bisa sangat berbahaya dan menyebabkan korban jiwa yang cukup banyak.

Poin ke-8: Diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam rangka mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik.

Dalam rangka mengurangi risiko terjadinya gempa tektonik, diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana dan peningkatan kesadaran masyarakat. Hal ini meliputi pembangunan bangunan yang tahan gempa, perencanaan kota yang mempertimbangkan risiko gempa dan tsunami, dan peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya gempa tektonik dan cara mengurangi risikonya. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat dari terjadinya gempa tektonik.