sebutkan isi dekrit presiden 5 juli 1959 – Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang dikenal sebagai Dekrit Kemerdekaan. Dekrit ini mengubah konstitusi Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal. Dalam dekrit ini terdapat beberapa isi penting yang harus diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia.
Isi pertama dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal. Konstitusi Indonesia diubah dan negara dibagi menjadi beberapa wilayah federal dengan otonomi yang lebih besar. Wilayah federal baru yang terbentuk antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Isi kedua dari dekrit ini adalah pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Federal (DPRF) sebagai lembaga legislatif federal. DPRF terdiri dari dua kamar yaitu Dewan Negara (Upper House) dan Dewan Perwakilan Rakyat (Lower House). Dewan Negara terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan Dewan Perwakilan Rakyat terdiri dari perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia.
Isi ketiga dari dekrit ini adalah pembentukan Konstituante Federal yang bertugas untuk menetapkan konstitusi federal Indonesia. Konstituante terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia. Konstituante bertugas untuk membuat konstitusi federal Indonesia dalam waktu dua tahun setelah terbentuknya.
Isi keempat dari dekrit ini adalah pembentukan Badan Pekerja Konstituante Federal yang bertugas untuk membantu Konstituante dalam menetapkan konstitusi federal Indonesia. Badan Pekerja terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia.
Isi kelima dari dekrit ini adalah pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan dekrit presiden ini. KNIP terdiri dari para tokoh nasional Indonesia yang dipilih oleh Presiden Sukarno. KNIP juga bertugas untuk memberikan saran dan pendapat kepada Presiden Sukarno dalam menjalankan pemerintahan federal Indonesia.
Isi keenam dari dekrit ini adalah penghapusan Partai Politik yang ada pada saat itu. Presiden Sukarno mengambil kebijakan untuk membubarkan semua partai politik dan membentuk satu partai politik tunggal yang dikenal sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini menyebabkan banyak oposisi terhadap kebijakan Presiden Sukarno.
Isi ketujuh dari dekrit ini adalah penghapusan hak veto Belanda dalam urusan luar negeri Indonesia. Sebelumnya, Belanda memiliki hak veto dalam urusan luar negeri Indonesia. Namun, dengan dekrit ini, hak tersebut dihapus dan Indonesia menjadi negara yang benar-benar merdeka dan berdaulat.
Dalam kesimpulannya, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki isi penting yang mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal. Dekrit ini juga membentuk lembaga legislatif federal, Konstituante Federal, Badan Pekerja Konstituante, KNIP, dan menghapus hak veto Belanda dalam urusan luar negeri Indonesia. Namun, kebijakan untuk membubarkan semua partai politik dan membentuk satu partai politik tunggal PKI menimbulkan banyak oposisi dan akhirnya memicu terjadinya peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
Rangkuman:
Penjelasan: sebutkan isi dekrit presiden 5 juli 1959
1. Perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal.
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang dikenal sebagai Dekrit Kemerdekaan. Salah satu isi penting dari dekrit ini adalah perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal. Konstitusi Indonesia diubah dan negara dibagi menjadi beberapa wilayah federal dengan otonomi yang lebih besar.
Sebelumnya, Indonesia adalah negara kesatuan dengan pemerintahan yang sentralistik. Dalam sistem pemerintahan ini, keputusan-keputusan penting diambil oleh pemerintah pusat dan provinsi-provinsi hanya menerima perintah dari pemerintah pusat. Namun, dengan perubahan sistem pemerintahan menjadi negara federal, daerah-daerah di Indonesia memiliki otonomi yang lebih besar dalam mengelola pemerintahannya sendiri. Setiap wilayah federal memiliki hak untuk menentukan kebijakan sendiri dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Konstitusi Indonesia juga diubah untuk mencerminkan perubahan ini. Konstitusi baru menetapkan bahwa Indonesia terdiri dari beberapa wilayah federal yang memiliki hak untuk mengatur dirinya sendiri dalam batas-batas tertentu. Dalam sistem pemerintahan federal, pemerintah pusat hanya bertanggung jawab atas urusan-urusan penting seperti pertahanan, hubungan luar negeri, dan keamanan nasional. Sementara itu, wilayah-wilayah federal memiliki wewenang dalam urusan-urusan yang lebih lokal seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Perubahan sistem pemerintahan dari negara kesatuan menjadi negara federal ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat persatuan bangsa. Dengan adanya otonomi yang lebih besar bagi daerah-daerah di Indonesia, diharapkan masyarakat dapat lebih terlibat dalam pengambilan keputusan dan pembangunan di daerahnya masing-masing. Selain itu, sistem pemerintahan federal juga diharapkan dapat mengurangi sentralisasi kekuasaan dan memberikan kesempatan bagi daerah-daerah yang kurang berkembang untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Namun, perubahan sistem pemerintahan ini juga menimbulkan beberapa permasalahan. Salah satunya adalah sulitnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah karena otonomi yang lebih besar. Selain itu, adanya wilayah-wilayah federal yang memiliki otonomi yang besar juga dapat menimbulkan persaingan antarwilayah dalam mengembangkan ekonomi dan infrastruktur.
Meskipun demikian, perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal tetap dianggap sebagai langkah penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tetap berusaha untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang lebih baik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bangsa.
2. Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Federal (DPRF) sebagai lembaga legislatif federal.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kedua adalah pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Federal (DPRF) sebagai lembaga legislatif federal. DPRF dibentuk untuk menggantikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ada pada masa sebelumnya. DPRF terdiri dari dua kamar yaitu Dewan Negara (Upper House) dan Dewan Perwakilan Rakyat (Lower House).
Dewan Negara terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan bertugas untuk menyelesaikan isu-isu federal yang berkaitan dengan seluruh wilayah federal. Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat terdiri dari perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia dan bertugas untuk menyelesaikan isu-isu yang berkaitan dengan provinsi masing-masing.
DPRF memiliki fungsi yang sama dengan DPR pada masa sebelumnya, yaitu membuat undang-undang. Namun, kekuasaan DPRF lebih besar dibandingkan dengan DPR sebelumnya karena DPRF memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang federal yang berlaku untuk seluruh wilayah federal. DPRF juga bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja pemerintah federal.
DPRF juga memiliki fungsi pengawasan terhadap pemerintah federal. DPRF dapat melakukan interupsi, hak angket, dan hak interpelasi terhadap pemerintah federal. Hal ini bertujuan agar pemerintah federal dapat bertanggung jawab terhadap kebijakan yang diambilnya.
Dengan dibentuknya DPRF, maka sistem pemerintahan Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara federal. DPRF memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan pemerintahan federal Indonesia. Seluruh perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia harus memastikan bahwa kepentingan masyarakat dan daerahnya diwakili dengan baik dalam DPRF.
3. Pembentukan Konstituante Federal yang bertugas untuk menetapkan konstitusi federal Indonesia.
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang dikenal sebagai Dekrit Kemerdekaan. Salah satu isi penting dari dekrit ini adalah pembentukan Konstituante Federal yang bertugas untuk menetapkan konstitusi federal Indonesia.
Konstituante Federal adalah lembaga yang dibentuk untuk membuat konstitusi federal Indonesia, yang berlaku bagi negara federal Indonesia. Konstituante terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia. Konstituante bertugas untuk membuat konstitusi federal Indonesia dalam waktu dua tahun setelah terbentuknya.
Dalam pembentukan konstitusi federal Indonesia, Konstituante harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti hak asasi manusia, sistem pemerintahan federal, hak dan kewajiban negara federal dan daerah, serta hak dan kewajiban warga negara. Konstituante juga harus mempertimbangkan keragaman budaya dan adat istiadat di setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia.
Konstituante Federal mulai bekerja pada tahun 1956, tetapi kemudian dihentikan pada tahun 1959 setelah Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Kemerdekaan. Konstituante Federal baru dibentuk kembali pada tahun 1960 dan menyelesaikan konstitusi federal Indonesia pada tahun 1963.
Konstitusi federal Indonesia yang disusun oleh Konstituante Federal memuat ketentuan-ketentuan tentang sistem pemerintahan federal, hak dan kewajiban negara federal dan daerah, serta hak dan kewajiban warga negara. Konstitusi ini juga mengatur tentang hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan hak-hak politik.
Meskipun telah disahkan, konstitusi federal Indonesia yang disusun oleh Konstituante Federal tidak pernah benar-benar diterapkan karena pada tahun 1965 terjadi peristiwa G30S/PKI yang memicu kekacauan politik dan sosial di Indonesia. Setelah peristiwa tersebut, Presiden Soeharto mengambil kebijakan untuk mengembalikan sistem pemerintahan menjadi negara kesatuan seperti semula.
4. Pembentukan Badan Pekerja Konstituante Federal yang bertugas untuk membantu Konstituante dalam menetapkan konstitusi federal Indonesia.
Poin keempat dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah pembentukan Badan Pekerja Konstituante Federal. Badan ini bertugas untuk membantu Konstituante dalam menetapkan konstitusi federal Indonesia. Badan Pekerja Konstituante Federal terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia.
Badan Pekerja Konstituante Federal dibentuk untuk memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Konstituante. Konstituante sendiri bertujuan untuk menetapkan konstitusi federal Indonesia dalam waktu dua tahun setelah terbentuknya. Badan Pekerja Konstituante Federal harus membantu Konstituante dalam menyusun rancangan konstitusi federal, menyiapkan bahan-bahan untuk rapat-rapat Konstituante, dan menyusun laporan-laporan tentang hasil kerja Konstituante.
Badan Pekerja Konstituante Federal juga harus membantu Konstituante dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam proses penyusunan konstitusi federal. Badan ini harus memastikan bahwa konstitusi federal Indonesia yang disusun oleh Konstituante sesuai dengan tujuan dari dekrit presiden ini yaitu menciptakan negara federal yang kuat dan stabil.
Namun, proses penyusunan konstitusi federal Indonesia tidak berjalan dengan lancar. Konstituante mengalami kesulitan dalam menetapkan isi konstitusi federal dan membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Badan Pekerja Konstituante Federal juga mengalami masalah dalam menyiapkan bahan-bahan untuk Konstituante.
Meskipun demikian, Badan Pekerja Konstituante Federal tetap berusaha untuk membantu Konstituante dalam menetapkan konstitusi federal Indonesia. Badan ini memainkan peran yang penting dalam proses penyusunan konstitusi federal Indonesia karena membantu memastikan bahwa konstitusi yang disusun oleh Konstituante sesuai dengan tujuan dari dekrit presiden ini.
5. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan dekrit presiden ini.
Poin kelima dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan dekrit presiden ini. KNIP dibentuk oleh Presiden Sukarno dengan tujuan untuk mengawasi dan memastikan bahwa implementasi dekrit ini berjalan dengan baik.
KNIP terdiri dari para tokoh nasional Indonesia yang dipilih oleh Presiden Sukarno, seperti Mohammad Hatta, Soedjatmoko, dan Soekarni. Tugas utama KNIP adalah mengawasi pelaksanaan dekrit ini dan memberikan saran serta pendapat kepada Presiden Sukarno dalam menjalankan pemerintahan federal Indonesia.
Selain itu, KNIP juga bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan Konstituante dan Badan Pekerja Konstituante. KNIP harus memastikan bahwa Konstituante dan Badan Pekerja Konstituante tidak hanya bekerja sesuai dengan tujuan awal, tetapi juga harus melibatkan seluruh rakyat Indonesia dalam menghasilkan konstitusi federal yang baik dan efektif.
KNIP juga bertugas untuk mengawasi hubungan antara wilayah federal dan pusat. KNIP harus memastikan bahwa hubungan antara wilayah federal dan pusat berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan. KNIP juga bertindak sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan antara wilayah federal dan pusat.
Dalam kesimpulannya, pembentukan KNIP sebagai lembaga pengawas dalam implementasi dekrit presiden ini merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan awal. KNIP berperan penting dalam mengawasi pelaksanaan Konstituante dan Badan Pekerja Konstituante serta memastikan hubungan antara wilayah federal dan pusat berjalan dengan baik.
6. Penghapusan Partai Politik yang ada pada saat itu dan membentuk satu partai politik tunggal PKI.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki beberapa isi penting yang mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal. Salah satu isinya adalah pembentukan Badan Pekerja Konstituante Federal yang bertugas untuk membantu Konstituante dalam menetapkan konstitusi federal Indonesia.
Badan Pekerja Konstituante Federal dibentuk untuk membantu Konstituante dalam menetapkan konstitusi federal Indonesia. Badan ini terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia. Badan Pekerja bertugas untuk membahas dan merumuskan rancangan konstitusi federal Indonesia bersama-sama dengan Konstituante.
Tugas utama dari Badan Pekerja Konstituante Federal adalah membantu Konstituante dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi dalam proses pembuatan konstitusi federal. Badan Pekerja harus memastikan bahwa konstitusi federal Indonesia yang dibuat sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat Indonesia.
Selain itu, Badan Pekerja Konstituante Federal juga bertugas untuk memastikan agar proses pembentukan konstitusi federal Indonesia berjalan dengan lancar dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Mereka harus memastikan bahwa semua tahapan dalam proses pembuatan konstitusi federal Indonesia terpenuhi dengan baik dan tepat waktu.
Dalam menjalankan tugasnya, Badan Pekerja Konstituante Federal harus bekerja sama dengan Konstituante dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Mereka juga harus mengikuti arahan dari Presiden Sukarno dalam menjalankan tugasnya.
Dengan dibentuknya Badan Pekerja Konstituante Federal, diharapkan proses pembuatan konstitusi federal Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Selain itu, Badan Pekerja juga diharapkan dapat memastikan bahwa konstitusi federal Indonesia yang dibuat sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat Indonesia.
7. Penghapusan hak veto Belanda dalam urusan luar negeri Indonesia.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang dikenal sebagai Dekrit Kemerdekaan, mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara federal. Perubahan ini menandai upaya Presiden Sukarno untuk merespons situasi politik yang semakin kompleks dan memperkuat kedaulatan negara Indonesia. Salah satu isi penting dari dekrit ini adalah pembentukan DPRF, lembaga legislatif federal yang bertugas untuk mewakili kepentingan rakyat dalam setiap wilayah federal di Indonesia.
DPRF terdiri dari dua kamar, yaitu Dewan Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Negara terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal, sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat terdiri dari perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia. DPRF bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan federal dan menyeimbangkan kepentingan dari setiap wilayah federal dan provinsi.
Pembentukan DPRF juga merupakan upaya Presiden Sukarno untuk mewujudkan konsep nasionalisme yang inklusif dan menjaga persatuan dan kesatuan negara Indonesia. DPRF menjadi sarana untuk memperkuat integrasi negara dan mengatasi berbagai perbedaan sosial, politik, dan ekonomi yang ada di Indonesia.
Dalam hal ini, keberadaan DPRF sebagai lembaga legislatif federal sangat penting dalam menjaga stabilitas politik dan sosial di Indonesia. DPRF menjadi ruang untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan mendorong pembangunan yang merata di setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia.
Pembentukan Konstituante Federal juga menjadi salah satu isi penting dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Konstituante bertugas untuk menetapkan konstitusi federal Indonesia dalam waktu dua tahun setelah terbentuknya. Konstituante terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia.
Namun, proses pembentukan konstitusi federal tidak berjalan dengan mulus karena adanya perbedaan pendapat dan konflik antara anggota konstituante. Hal ini menyebabkan terjadinya kevakuman politik dan menimbulkan ketidakstabilan di Indonesia. Oleh karena itu, Presiden Sukarno membekukan Konstituante pada tahun 1960 dan mengambil kebijakan untuk membuat Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1959.
Pembentukan Badan Pekerja Konstituante Federal menjadi salah satu upaya untuk mempercepat proses pembentukan konstitusi federal Indonesia. Badan Pekerja terdiri dari perwakilan dari setiap wilayah federal dan provinsi di Indonesia, dan bertugas untuk membantu Konstituante dalam menetapkan konstitusi federal Indonesia.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) juga menjadi salah satu isi penting dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. KNIP bertugas untuk mengawasi pelaksanaan dekrit presiden ini dan memberikan saran dan pendapat kepada Presiden Sukarno dalam menjalankan pemerintahan federal Indonesia.
Namun, kebijakan untuk membubarkan semua partai politik dan membentuk satu partai politik tunggal PKI pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga menimbulkan kontroversi dan oposisi dari sebagian besar rakyat Indonesia. Kebijakan ini dianggap sebagai upaya Presiden Sukarno untuk memperkuat kekuasaannya dan mengeliminasi oposisi politik. Kebijakan ini juga menjadi faktor penting yang memicu terjadinya peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
Terakhir, Penghapusan hak veto Belanda dalam urusan luar negeri Indonesia menjadi salah satu isi penting dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sebelumnya, Belanda memiliki hak veto dalam urusan luar negeri Indonesia. Namun, dengan dekrit ini, hak tersebut dihapus dan Indonesia menjadi negara yang benar-benar merdeka dan berdaulat. Hal ini menandai upaya Presiden Sukarno untuk mengembalikan hak kedaulatan rakyat Indonesia dan meningkatkan peran Indonesia di dunia internasional.